Senin, 01 September 2014

MIMPI MEMBANGUN RUMAH BELAJAR

Saya termasuk orang yang sering bermimpi. Hampir setiap malam, saya bermimpi. Mimpi yang dialami pun ada beberapa yang unik. Saya pernah mimpi yang berlapis-lapis, saya mimpi sedang bermimpi, dan di dalam mimpi saya bermimpi lagi, berapa lapis? ratusan..hihihi seperti iklan makanan.

Seringnya bermimpi membuat saya tidak terlalu memikirkan dan hanya menganggap sebagai bunga tidur. Namun tidak hanya bermimpi di kala tidur, saya pun seringkali membuat impian di saat saya tersadar.


Sewaktu SMP, saya punya mimpi, nilai NEM bahasa Inggris tidak mengecewakan. Memang saya sangat lemah dalam bahasa Inggris, sehingga nilai mata pelajaran bahasa Inggris saya minim. Demi mewujudkan mimpi, 3 bulan sebelum EBTANAS, saya sudah mempelajari kembali bahasa Inggris. Mulai buku kelas 1 hingga kelas 3 saya pelajari dengan seksama, buku bahasa Inggris pun bertebaran di kamar saya. Hasilnya, nilai EBTANAS bahasa Inggris tidak mengecewakan, bahkan lebih bagus daripada nilai bahasa Indonesia *kipas-kipas pakai buku.

Memasuki bangku kuliah saya bermimpi untuk percaya diri dan terampil berbicara. Sungguh, bagi saya ini tidak mudah. Semenjak SD hingga SMA saya hanya ikut kegiatan ekskul dan itupun sekedar menjadi anggota. Usaha dimulai dengan memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan di perkuliahan. Masih membekas dalam ingatan saya, saat pertama mengajukan pertanyaan, suara saya gemetar saking groginya. 

Saya pun menambah usaha dengan mengikuti organisasi dan kegiatan ekstra kampus. Saat itu, saya diberi kesempatan untuk menjadi moderator dalam acara sapamaba. Wuih, saya mempersiapkan diri dengan maksimal. Mulai dari belajar berbicara di depan kaca hingga membuat catatan yang lengkap untuk bahan berbicara. Awal membuka pembicaraan cukup lancar, sayangnya di akhir acara, contekan eh catatan saya jatuh ke bawah meja. Waduh, tidak mungkin saya untuk mengambilnya, terpaksalah menutup acara dengan belepotan *sambil melirik teman yang menahan tawa.

Selanjutnya, perjalanan saya belajar berbicara terasa lebih mudah. Mendekati akhir masa perkuliahan, saya menyadari, bahwa kemampuan menulis sangat rendah. Sayang, saya hanya belajar menulis skripsi hihihi, itupun rasanya hanya copy paste. Aturan penulisan ilmiah sekarang, mengutip tulisan seseorang tanpa dibahasakan kembali dengan kalimat kita sendiri dianggap plagiat.

Saya baru benar-benar berkomiten di awal tahun 2014 ini. Latihan menulis dimulai dengan mengaktifkan blog yang dibuatkan suami sejak tahun 2012. Sampai saat ini sudah ada 30an tulisan yang saya buat.

Selain itu, ada hobi kesukaan lain yang masih saya gandrungi. Saya sangat suka melihat rumah. Dulu, Papa saya pikir, saya akan memilih jurusan arsitek saat kuliah. Nyatanya sama memilih psikologi dan desain interior. Saya pikir, arsitek pasti tugasnya berat, pilih yang agak ringan ya desain interior. Sayang, saya tidak tau kalau ada tes gambarnya. Setelah menjalani kuliah di psikologi, mau tambah ambil kuliah desain interior, kok melihat teman yang kuliahnya double  keteteran membuat saya urung. Apalagi, kegiatan di luar kuliah saya sudah cukup banyak.


Meski saya urung mengambil kuliah desain interior, tetapi kesukaan melihat rumah tidak pernah surut. Jika punya uang lebih, saya akan membeli majalah atau buku tentang rumah, atau kalau sekarang search via internet gambar-gambar rumah. Saya sampai punya angan dapat suami arsitek, sayangnya malah kecantol dengan wartawan hihihi.

Meski suami saya wartawan, mimpi tentang rumah tak pernah surut. Setelah menikah, kami pun mencari rumah yang kelak akan kami tempati. Padahal saat itu, tabungan menipis, karena terpakai untuk biaya nikah. Akhirnya setelah pencarian kami yang tak kunjung berjodoh dengan rumah yang sudah kami datangi, kami memutuskan untuk membeli sebidah tanah yang cukup murah dan lebih luas daripada ukuran tanah rumah perumahan.

Alasan kami memilih tanah, agar kami bisa mendesain rumah sesuai mimpi kami. Setelah urusan tanah kelar meski masih berhutang hihihi. Kami meminta pertolongan teman arsitek untuk mendesain rumah sesuai konsep yang diinginkan. Saat itu, konsep yang kami sampaikan, rumah masih memiliki ruang hijau baik di depan maupun belakang rumah. Rumah memiliki penerangan yang baik dan banyak bukaan, agar hemat listrik dan terasa sejuk tanpa AC.

Kami menginginkan rumah yang terdiri dengan ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, perpustakaan sekaligus ruang kerja dan belajar, mushola, 2 kamar mandi dan 3 kamar tidur. Kamar tidur kami inginkan cukup untuk tempat tidur dan lemari. Bagi kami aktifitas di kamar tidur untuk beristirahat dan berganti pakaian sedangkan aktifitas yang lainnya dapat dilakukan di ruang bersama. Kami ingin melihat, belajar dan beraktifitas bersama antar anggota keluarga sehingga kami bisa memantau perkembangan anak kami.

 Desain Lt.1 rumah kami

Kami, terlebih saya menginginkan rumah yang layak untuk anak kami belajar namun juga cukup realistis dengan kondisi yang sekarang. Siapa sih yang tidak ingin rumah dengan tanah yang luas sehingga bisa berfungsi dan menampung aktifitas yang dilakukan di rumah lebih banyak. Namun untuk mewujudkan itu butuh biaya yang cukup besar dan waktu yang lebih lama.

Saya masih sangat memimpikan bisa mewujudkan homeschooling  untuk anak-anak kami kelak. Oleh karena itulah rumah kami bangun dengan ruang perpustakaan dan ruang belajar agar kelak kami nyaman belajar di rumah.

Desain Lt. 2 rumah kami


Setelah desain rumah selesai, kami tak langsung membangunya, butuh waktu setahun bagi kami untuk mengumpulkan uang, itupun kembali lagi, masih dengan bantuan pinjaman. Saya dan suami percaya bahwa pasti ada jalannya dan kalkulator TUHAN tidak sama dengan kalkulator hamba-NYA. Nyatanya seiring kami membangun, kami seakan tak percaya, bahwa kami bisa membangun rumah rumah hingga 75%. Artinya kalau dihitung, gaji kami berdua dikurangi pengeluaran kok masih bisa menyisihkan uang untuk membangun rumah hingga saat ini.

 Alhamdulillah tengah dibangun

Saat ini, pekerja bangunan masih memasang lantai keramik dan masih ada sebagian pekerjaan pembangunan yang kami tunda dulu hingga biaya kami terkumpul kembali. Seperti mimpi yang sudah saya raih, mimpi membangun rumah untuk belajar bertumbuh dan berkembang kami kelak memang membutuhkan usaha dan waktu untuk mewujudkannya.

Bagaimana dengan mimpi kalian, teman? Bagikan mimpimu di Blog Mimpi Properti yuk.


banner250x300 

9 komentar:

  1. Lemah di bahasa Inggris toh? Oh pantes pas daftar les conversation mausknya kelas starter, huahaha kabuur

    BalasHapus
    Balasan
    1. O, kalo itu memang disengaja kok, merendah aja hihihi..

      Hapus
  2. Selamat ya mbak. Walaupun baru 75% terwujud rasanya puas banget kalau lihat hasil keringat sendiri ada bekasnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, meskipun habis2an, padahal masih persiapan mau melhirkan 2 bulan mendatang..

      Hapus
  3. wah, senangnya bisa membangun rumah sendiri... semoga makin diberkati ya mbak.. gambar rumahnya bagus.. aku juga suka lho.. hihi.. good luck mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak alhamdulillah, mumpung anak masih kecil, kebutuhan belum terlalu banyak

      Hapus
  4. Selamat ya mbak,,,rumah idamannya sudah mulai dibangun,,,,:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, bangunnya dah setahun yg lalu, sempat tersendat, trus bangun lagi.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati